Miris! Kecanduan Game Online, Anak Ini Pukuli Wajah Ibunya Sembari Bawa Pisau
28 Desember 2020 by Muchamad Dikdik R. AripiantoIa bermain gawai sejak masih balita, serta kurang mendapat pengawasan orangtua
Mata Franky (nama samaran) fokus menatap ponsel dan jemarinya tangkas memencet layar sentuh. Hari itu Franky menjadi satu dari belasan anak lainnya yang ada di ruang tunggu rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan, Jakarta. Ditemani Nurma, ibunya, Franky dibawa dengan keluhan perilaku agresif karena kecanduan bermain gawai.
Nurma kembali mengenang bahwa Franky telah disodori gawai sejak masih balita. Sayangnya, Nurma menyesal tak bisa mengatur durasi Franky bermain gawai karena dia dan suaminya sibuk bekerja.
"Sekitar umur lima tahun, dia nonton Youtube. Dia memutar video, kemudian bernyanyi-nyanyi. Semakin bertambah usia, dia semakin sering bermain gadget," papar Nurma seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Menurut Nurma, anaknya bisa bermain gawai selama delapan jam dalam sehari. Hingga suatu hari, Franky tiba-tiba ngamuk saat dilarang bermain gawai.
Baca juga: Dikira Lagi Nge-prank, Remaja di Gowa Tewas Tenggelam Disaksikan Teman-temannya
"Dia mukul-mukul [saya]. Mungkin saking marahnya, dia memegang pisau dan berteriak 'Marah ya!' Saya takut, shock juga. Secara perlahan saya ambil pisau itu," tutur Nurma.
Menurut dokter Isa Multazzam Noor, psikiater anak dan remaja di RSJ Dr Soeharto Heerdjan, perilaku agresif seperti yang ditunjukkan Franky kerap dilakukan oleh anak lain yang juga kecanduan gawai.
Namun, perilaku agresif bukanlah satu-satunya tanda anak yang diduga kecanduan gawai, kriteria lainnya adalah lamanya bermain.
"Ketika anak itu mulai ada kerentanan ke arah kecanduan gawai, pemakaian gawai dalam satu hari mencapai tujuh sampai delapan jam, baik itu non-stop atau akumulasi," kata dokter Isa.
Baca juga: Viral Remaja Peragakan Salat Sambil Joget Diiringi Musik Disko
Dokter Isa menjelaskan, di dalam anatomi otak terdapat dorsolateral prefrontal cortex. Fungsinya mencegah seseorang bertindak tiba-tiba, sesuka hati. Ketika keinginan seseorang terus-menerus minta dipenuhi, dopamin di dalam area otak ini semakin sulit terkontrol.
"Inilah yang akhirnya menimbulkan galak, emosi, kemudian perilakunya juga jadi menentang, jadi agresif," papar dokter Isa.
Kondisi seorang anak bisa menjadi demikian, menurut dokter Isa, karena kebiasaan sejak usia dini. Pangkalnya adalah pembiasaan.
Baca juga: Kisah Pilu Bocah SD Penjual Kerupuk, Rela Cari Uang Sepulang Sekolah Demi Beli Celana Dalam
Bila anak sejak dini sudah dibiasakan bermain gawai, maka otaknya terpuaskan dengan gawai, semakin lama akan semakin merasa bergantung, karena menurut dokter Isa ada sensasi nikmat atau senang saat bermain gawai atau gim online.
Dalam hal ini, dokter Kristiana Siste Kurniasanti, psikiater spesialis adiksi dari Departemen Psikiater RSCM Jakarta menekankan pentingnya peran orangtua dalam mengatur penggunaan gawai dan internet untuk anak.
Menurutnya, orangtua memang lebih baik menjadi pihak yang mengenalkan gawai untuk anaknya. Namun, orangtua harus bisa memastikan agar tidak berlebihan.
Orangtua harus mampu mengatur lamanya waktu bermain, serta mendampingi anaknya ketika mengakses internet sehingga konten yang diakses oleh anak menjadi terjaga dan berdampak positif. Jika orangtua tidak memainkan peranan mereka, anak akan kecanduan gawai dan internet, dan bisa saja sulit untuk pulih.
"Orangtua jangan gagap teknologi, harus juga melek terhadap teknologi yang ada," pungkasnya.