Kasus Pembacokan di Jogja, Pelaku Pulang Rumah Lalu Pijit Orangtua karena Merasa Bersalah

ilustrasi remaja pelaku pembacokan | www.tagar.id

Setelah pijit orangtua, keesokan harinya langsung ditangkap polisi.

Pelaku kejahatan jalanan yang dilakukan oleh remaja atau yang biasa disebut klitih (pembacokan), sebagian di antaranya telah menjalani proses hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Yogyakarta, yang berlokasi di Wonosari, Gunungkidul.

Kepala LPKA Yogyakarta, Teguh Suroso mengungkapkan bahwa saat ini ada 16 anak yang menjadi warga binaan LPKA. Dari belasan warga binaan tersebut, sebagian di antaranya merupakan pelaku klitih.

Lebih lanjut Teguh menjelaskan bahwa lembaga pemasyarakatan anak dikelola dengan cara yang berbeda dengan lembaga pemasyarakatan orang dewasa. Dari bentuk bangunannya pun berbeda, seluruh sudut ruangan tidak ada teralis seperti penjara, lebih mirip sekolah berasrama.

Pintu Masuk LPKA Yogyakarta di Wonosari Gunungkidul Selasa (28/1/2020) | asset.kompas.com

"Perlakuan terhadap anak berbeda dengan yang dewasa. Petugas pun harus lebih ramah," kata Teguh.

Baca juga: Demi Modifikasi Motor Kesayangan, 2 Pemuda di Brebes Nekat Bobol Konter Ponsel

Teguh juga mengatakan bahwa warga binaan mendapatkan tiga model pendampingan dari LPKA. Adapun di antaranya, kemandirian, kepribadian, dan sosial. Pembinaan kepribadian meliputi agama, kepramukaan, dan sekolah. Untuk membina kemandirian, LPKA memberikan pelatihan keterampilan 3 kali dalam satu tahun.

"Untuk tahun ini ada pangkas rambut dan sablon. Kami juga kerjasama dengan beberapa universitas untuk melakukan pendampingan psikologi," katanya.

Selain pendampingan, warga binaan LPKA juga tetap melanjutkan sekolah. Meski sekolahnya tidak seperti sekolah di luar LPKA, namun setidaknya mereka tak ketinggalan mendapatkan pelajaran.

Baca juga: Gara-Gara Kentut Sembarangan, Pria di Padang Bacok Tetangga Pakai Parang

"Kami juga memiliki grup WA dengan orangtua. Jadi perkembangan anak bisa diketahui orangtua," ucap Teguh.

"Yang keluar dari LPKA tidak ada yang kembali lagi melakukan kejahatan. Bahkan yang dulu sudah keluar ada yang membuka cafe, dan usaha lainnya," lanjutnya.

Gambar hanya ilustrasi. | cdn2.tstatic.net

Lebih lanjut Teguh juga mengungkapkan tentang klasifikasi pelaku klitih dari hasil pengamatannya. Menurutnya, ada dua tipe klitih yang sering dilakukan di Yogyakarta. Tipe yang pertama adalah pelaku individu, dan tipe yang kedua adalah pelaku kelompok.

Baca juga: Pria Ini Gorok dan Bacok Kepala Sopir Angkot, Pelaku: Saya Santai Aja

"Individu itu biasanya hanya berdua dan yang kami tangani terpengaruh minuman keras, kalau kelompok seperti yang terjadi di Karangkajen itu mereka suporter futsal bertemu di jalan dan terjadi gesekan," ucap Teguh.

"Pelaku klitih ini memang berbeda jika dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan di tempat lain yang membawa senjata api yang ingin merampok, di sini tidak. Saat kita ngobrol di sini mereka ngomong nggak tahu motifnya hanya senang-senang," sambung Teguh.

Bahkan banyak di antara anak-anak pelaku klitih yang merasa menyesal setelah melukai korbannya. Teguh kemudian mengisahkan salah satu di antara pelaku pembacokan, setelah melakukan aksinya pelaku langsung memijit orangtua.

Artikel Lainnya

"Ada satu orang yang setelah melakukan pembacokan langsung pulang dan memijat orangtua karena merasa bersalah. Esok paginya, dia dijemput polisi," kata Teguh.

Terakhir, Teguh mengimbau kepada para orangtua untuk mencegah anaknya kembali ke gerombolannya dulu. Hal itu penting untuk dilakukan agar anak yang sudah keluar dari LPKA tidak melakukan perbuatannya yang dulu lagi.

"Kuncinya mereka gak usah kumpul-kumpul lagi," ucap Teguh.

Tags :