Rela Jual Perhiasan Istri, Ini Kisah Bripka Ralon Bangun Sekolah di Desa Terpencil
30 Oktober 2019 by Mabruri Pudyas SalimBripka Ralon Manurung terdorong oleh kenangan masa kecilnya yang kesulitan untuk mengakses fasilitas pendidikan.
Teringat masa kecilnya yang mengalami kesulitan untuk mengakses fasilitas pendidikan, Bripka Ralon Manurung rela menjual perhiasan istrinya untuk membantu pembangunan sebuah sekolah dasar di Dusun Sialang Harapan.
Kisah ini berawal pada November 2017. Pada saat itu Ralon yang merupakan anggota Ditlantas Polda Riau sedang bertugas mengatur lalu lintas di kawasan Jalan Jendral Sudirman Kota Pekan Baru, Riau.
"Saya pagi itu sedang membantu masyarakat menyeberang jalan di depan Kantor Gubernur Riau. Saat itu ada sekelompok orang yang sedang meminta sumbangan untuk membangun sekolah," kata Ralon kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2019).
Merasa tertarik dengan inisiasi kelompok tersebut, Ralon kemudian mengajak mereka berbincang. Dalam perbincangan itu Ralon kemudian berkenalan dengan seorang pria bernama Riko.
Baca juga: Mantan Pemulung Sukses Beromzet Miliaran, Pria Ini Didatangi Banyak Orang Ingin Berguru
Saat pertemuan itulah anggota polisi itu baru menyadari bahwa Riko ternyata juga mengenal istri Ralon, Maria Farida Naibaho (30). Istri Ralon ternyata berkuliah di kampus yang sama dengan istri Riko.
"Dan rupanya mereka juga sudah komunikasi sebelumnya soal bangun sekolah marjinal itu," ujar Ralon.
Pada suatu saat, Ralon dikejutkan dengan kondisi rumahnya yang sudah dipenuhi banyak orang.
"Rupanya Riko dan teman-temannya datang ke rumah bertemu istri saya membicarakan soal pembangunan sekolah marjinal di Dusun Sialang Harapan," lanjut Ralon.
Baca juga: Hijab Terlepas di Tengah Pertandingan, Pemain Lawan Langsung Lindungi Pesepakbola Wanita Ini
Mendengar mirisnya kondisi bangunan sekolah, Ralon dan istri akhirnya sepakat untuk membantu pembangunan sekolah dasar tersebut. Sekolah dasar itu sudah berdiri sejak 2006. Sekolah itu berada di bawah naungan SD Negeri 010 di Desa Batu Sasak.
Sayangnya, dari tahun ke tahun bangunan sekolah yang terbuat dari kayu itu perlahan rusak dan kondisinya menjadi tak layak untuk digunakan.
"SD 010 ada di Desa Batu Sasak. Jaraknya jauh. Anak-anak harus menempuh hutan dan menyeberang sungai. Kalau air sungai naik, mereka enggak bisa ke sekolah," kata Ralon.
Baca juga: Lagi Ujian, Pelajar ini Tulis Jawaban Dengan Posisi Terbalik, Kamu Bisa?
Sesuai rencana sekolah akan dibangun gedung permanen. Untuk mewujudkan rencana tersebut Ralon telah menghabiskan uang sekitar Rp 14,5 juta rupiah.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan biaya pembangunan, Ralon terpaksa menjual perhiasan milik istri. Hal itu mesti dilakukan karena gajinya tidak cukup untuk memenuhi biaya pembangunan.
"Awalnya uang kami terkumpul Rp 12,5 juta, ternyata masih kurang Rp 2 juta lagi. Akhirnya istri saya setuju jual perhiasannya," ujar bapak dua anak ini.
Selama proses pembangunan gedung sekolah, Ralon juga mendapatkan bantuan dari warga setempat. Bahkan untuk mempercepat proses pembangunan, Ralon juga mengerahkan tukang yang ia pekerjakan untuk merenovasi rumahnya.
"Saya bertemu dengan tokoh masyarakat di sana. Mereka sangat membantu. Jadi saya yang tanggung dana, mereka yang bekerja. Tukang renovasi rumah saya juga saya suruh bantu dulu buat sekolah itu," jelas Ralon.
Kini Ralon merasa bersyukur, karena sekolah untuk anak-anak Dusun Sialang Harapan sudah selesai dibangun sehingga anak-anak dapat belajar dengan nyaman. Kini, sekolah itu telah memiliki 18 murid dan 2 guru.