Bukan Islam, Inilah Deretan Agama Asli Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Hindu-Budha
02 Agustus 2021 by Muhammad Sidiq PermadiIndahnya keberagaman masyarakat Indonesia!
Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya. Hal itu menjadikan negara ini menjadi negara yang heterogen. Salah satu kebudayaan yang beragam itu tercermin pada cukup banyaknya aliran kepercayaan yang berkembang bahkan sudah ada sebelum ajaran Hindu-Budha masuk ke Indonesia.
Seperti yang kita tahu kalau pemerintah hanya mengakui adanya enam agama di Indonesia, yakni Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Meski demikian, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang memegang kepercayaan asli dari para leluhurnya. Berikut ini ada deretan agama asli masyarakat Indonesia yang belum diakui oleh pemerintah secara resmi. Yuk, Keepo!
Kaharingan
Agama ini dianut oleh kebanyakan Suku Dayak di Kalimantan. Setidaknya agama Kaharingan dianut oleh 300 ribu orang yang menyebar ke seluruh penjuru Kalimantan. Tidak se-universal Allah dalam Islam dan Yesus dalam Kristen, Tuhan dari agama Kaharingan ini ada tiga versi yang dibedakan berdasarkan wilayahnya.
Misalnya di Barito, Tuhan dari penganut Kaharingan disebut Yustu Ha Latalla, sedangkan di Kotawaringin Barat disebut Sanghyang Dewata. Meski berbeda, penganut ajaran Kaharingan menyebut Sang Pencipta dengan satu sebutan, yakni Ranying Hatalla Langit yang artinya Kuasa yang Maha Besar.
Baca juga: Ngeri! Deretan Hantu Thailand Ini Bisa Bikin Kamu Merinding Mendadak
Dilihat dari proses ibadahnya, para penganut Kaharingan melakukan ibadah rutin tiap hari Kamis yang disebut dengan Baserah. Selain itu, ada pula upacara Nanuhan, ritual penamaan bayi, serta Lunuk Hakaja Pating alias upacara pernikahan.
Meski secara resmi tidak diakui pemerintah, namun para penganut agama Kaharingan dibebaskan oleh pemerintah daerah untuk melakukan berbagai ritual tersebut asalkan tidak menyangkut-pautkan dengan agama lain.
Karena pemerintah hanya mengakui enam agama, maka para penganut Kaharingan menjadi kesulitan, terutama ketika membuat KTP. Pasalnya, mereka bingung harus memilih agama apa.
Baca juga: Bikin Hilang Wisatawan Rusia, Inilah Kengerian dari Hotel P. I. Bedugul Bali
Pada akhirnya, tahun 1980 diputuskan kalau Kaharingan berintegerasi dengan agama Hindu karena beberapa alasan. Misalnya kesamaan dalam hal ritual peribadatan hingga relasi kedua agama dengan Kerajaan Kutai.
Marapu
Marapu merupakan agama asli Indonesia yang dianut oleh masyarakat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Merapu sendiri berasal dari bahasa Sumba yang artinya arwah leluhur sehingga dalam ajarannya, Marapu menerapkan sistem keyakinan serta pemujaan terhadap arwah para leluhur.
Pemeluk agama Marapu meyakini adanya kehidupan setelah kematian. Mereka percaya setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di alam roh yang dikenal dengan sebutan Prai Marapu. Dalam agama ini juga dikenal berbagai upacara keagamaan, seperti upacara kematian yang mana dalam tiap upacara selalu dilengkapi dengan prosesi penyembelihan hewan ternak (kuda dan kerbau) sebagai bentuk pengurbanan.
Baca juga: Mencekam! Arwah-arwah Penunggu Kematian Ini Mengitari Tana Toraja
Agar para penganut bisa berinteraksi dengan arwah para leluhur, masyarakat adat Prai Yawang yang ada di Desa Rindi memiliki salah satu rumah khusus yang disebut dengan Uma Diawa. Rumah ini dipercaya sebagai tempat peristirahatan para arwah sebelum melanjutkan ke alam roh. Biasanya jika ada salah satu penganut Marapu yang mangkat, mayat mereka akan dinaikkan terlebih dahulu ke Uma Diawa sebelum akhirnya dikuburkan.
Para penganut Marapu sangat kental dengan simbol kepercayaan. Hal itu dapat dilihat dari nisan para penganut agama ini. Para penganut Marapu menjadikan berbagai hewan sebagai simbol kepercayaan.
Seperti halnya kuda sebagai simbol jangan sombong, kerbau sebagai simbol keberanian, ayam dan babi sebagai simbol kepemimpinan, serta udang sebagai simbol kehidupan setelah kematian. Simbol-simbol inilah yang kemudian disematkan pada batu nisan para penganut agama Marapu.
Baca juga: Kenali Sejarah dan Mitos Gaib Beringin Kembar Keraton Yogyakarta, Bikin Merinding
Sunda Wiwitan
Sesuai dengan namanya, para penganut agama ini berasal dari etnis Sunda. Agama ini sudah ada sebelum Hindu dan Budha datang ke Indonesia. Pada masa ini, para penganut agama Sunda Wiwitan dapat ditemukan di wilayah Banten, Kampung Naga, Cirebon, Kuningan, Cigugur, dan Kanekes.
Dalam ajarannya, para penganut Sunda Wiwitan memuja kekuatan alam dan arwah leluhur. Namun, para penganut juga memiliki unsur monoteisme purba, yakni kepercayaan terhadap dewa tunggal tertinggi, maha kuasa yang tidak berwujud.
Ajaran Sunda Wiwitan ini terkandung dalam kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, sebuah kitab kuno yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda. Isinya tak lain berupa tuntunan moral, aturan, dan pelajaran budi pekerti dalam Sunda Wiwitan. Kitab ini oleh Perpusatakaan Nasional Indonesia dinamakan Kropak 630.
Baca juga: Hantu dan Makhluk Mitologi Pra-Islam, Sumber Ketakutan Sekaligus Misteri Budaya Arab
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa agama Sunda Wiwitan memiliki tiga macam alam, yakni Buana Nyungcung, Buana Panca Tengah, dan Buana Larang. Buana Nyungcung adalah alam tempat bersemayamnya Sang Hyang Kersa. Buana Panca Tengah adalah alam tempat manusia tinggal. Sementara Buana Larang adalah alam neraka.
Dalam hal peribadatannya, para penganut Sunda Wiwitan selalu melantunkan nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian ketika berdoa. Tradisi ini dapat kita temukan pada upacara syukuran panen padi serta perayaan pergantian tahun yang berdasarkan penanggalan Sunda dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun.
Itu dia tiga agama asli yang telah ada di Indonesia. Sebenarnya masih banyak lagi agama asli masyarakat Indonesia yang tidak diakui oleh pemerintah. Misalnya saja agama Malim ataupun Towani Tolang. Terlepas dari hal itu, cukup beragamnya kepercayaan masyarakat Indonesia seharusnya menjadi nilai tersendiri bagi bangsa ini. Jangan sampai ada perpecahan hanya karena mengusik agama lain. Seperti apa yang disampaikan dalam Al Quran, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”