Perempuan Inggris Diduga Praktikkan Setrika Payudara Untuk Hindari Pelecehan Seksual, Solusi Atau Penyiksaan?
25 Juli 2020 by LukyaniApakah ampuh hindari kekerasan seksual?
Kasus kekerasan seksual seperti perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempuan masih menjadi PR besar bagi masyarakat, tidak hanya di Indonesia. Masyarakat kerap masih memberlakukan victim blaming saat terjadi kasus kekerasan seksual.
Victim blaming ini yang akhirnya menjauhkan perempuan korban kekerasan seksual dari keadilan serta perlindungan. Korban justru mendapatkan beban ganda karena menjadi korban sekaligus pihak yang dinilai menyebabkan terjadinya kasus kekerasan seksual tersebut. Tanggung jawab terhadap terjadinya pelecehan seksual lebih banyak dilimpahkan kepada perempuan dan pilihan-pilihannya.
Seperti halnya yang saat ini tengah ramai dibicarakan di Inggris. Banyak perempuan di Inggris yang mempraktikkan teknik setrika payudara. Setrika payudara ini bertujuan menghambat pertumbuhan payudara agar tidak menarik perhatian lawan jenis, sehingga diharapkan perempuan bisa terhindar dari pelecehan dan kekerasan seksual.
Tapi, apakah benar begitu?
Praktik menyetrika payudara perempuan
Praktik menyetrika payudara perempuan dengan menggunakan sebongkah batu panas tengah merebak di Inggris. Praktik ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan payudara. Sebelum menyebar di Inggris, setrika payudara dilakukan oleh perempuan Afrika untuk melindungi diri dari pelaku kekerasan dan pelecehan seksual.
Praktik yang mengerikan ini bahkan sudah dilakukan oleh anak-anak perempuan yang mulai memasuki usia remaja di beberapa negara di Afrika, sebagaimana yang diceritakan oleh relawan di Yorkshire, Essex, dan London.
Praktik menyetrika payudara ini tentu sangat menyakitkan. Ia memberikan rasa sakit yang luar biasa pada perempuan, sehingga sangat wajar jika praktik ini digolongkan sebagai penyiksaan dan tindakan yang sia-sia.
Ndtv.com pada Minggu (27/1) melansir bahwa PBB menyebutkan praktik setrika payudara sebagai satu dari lima kejahatan yang tidak dilaporkan terkait kekerasan berbasis gender. Para pelaku praktik ini biasanya adalah para ibu yang menganggap bahwa cara ini ampuh untuk melindungi anak perempuan mereka dari kejahatan kekerasan seksual.
Memberikan luka batin dan fisik untuk perempuan
Para ahli medis dan para korban pun mengatakan bahwa praktik ini tidak hanya mendatangkan luka batin untuk mereka, tetapi juga memberikan luka pada fisik. Luka tersebut berupa infeksi dan ketidak mampuan perempuan untuk memberikan ASI, hingga risiko kanker payudara.
Seorang aktivis yang identitasnya tidak ingin diungkap melaporkan bahwa 15 hingga 20 persen praktik ini terjadi di wilayah Croydon, selatan ibu kota London. Ia pun mengatakan bahwa praktik ini dilakukan setiap seminggu sekali atau dua kali seminggu, bergantung pada hasilnya.
Sama seperti di Afrika, di Inggris pun praktik ini umumnya dilakukan oleh ibu, tante, atau nenek. Mereka menggunakan sebongkah batu panas yang dipijatkan pada payudara secara berulang-ulang untuk memecah jaringan payudara dan menghambat pertumbuhannya.
Sebenarnya, belum ada riset yang mengungkap data resmi mengenai jumlah pelaku praktik setrika payudara di Inggris. Margaret Nyuydzewira, Kepala Organisasi Perkembangan Perempuan dan Remaja Putri, memperkirakan sekitar seribu perempuan dan remaja putri menjadi subjek intervensi praktik ini.
Pihak kepolisian Inggris mengaku bahwa mereka belum menerima tuntutan hukum terkait praktik setrika payudara, namun pihaknya tidak menyangkal kecurigaan akan adanya praktik ini. Pemerintah Inggris pun berjanji akan benar-benar menghapus praktik ini, meski hingga sekarang belum ada langkah nyata yang diambil.
Sungguh tragis ketika perempuan harus merusak tubuhnya demi melindungi diri dari kejahatan kekerasan seksual. Praktik-praktik semacam ini tentu harus segera dihapuskan. Perempuan tidak perlu mengerdilkan diri hingga merusak tubuh sedemikian rupa untuk menghindari kejahatan. Mengapa tidak sama-sama menjadi manusia beradab sehingga pelecehan seksual tidak lagi menjadi opsi?