Kisah Para Tahanan Perang Korea yang Terlupakan, Dianggap Musuh dan Masuk Kasta Terendah

Perang Korea | jacobinmag.com

Perang Korea meninggalkan para tahanan yang hidup menderita hingga akhir usia.

Perang Korea menyisakan kenangan buruk dan trauma yang mungkin tidak akan pernah bisa dihapuskan. Lee merupakan salah satu saksi hidup ketika Perang Korea meletus. Ia pun masih ingat ketika tiga tembakan dari algojo menewaskan ayah dan kakak laki-lakinya. Kejadian tersebut terjadi tiga dekade yang lalu, ketika Lee masih berusia 30-an tahun.

1.

Kesaksian anak tahanan Perang Korea

Perang Korea | www.historynet.com

Sebelum ayah dan kakaknya dieksekusi, Lee masih ingat apa yang terjadi sebelumnya. Ia diseret ke stadion di sebuah desa terpencil di Korea Utara. Lee dipaksa duduk di bawah jembatan. Kerumunan orang pun semakin banyak hingga muncul sebuah truk dan mengeluarkan dua orang, yakni ayah dan kakak Lee.

“Mereka mengikat ayah dan kakak saya di tiang, menyebut mereka penghianat bangsa, mata-mata, dan kaum reaksioner,” ujar Lee dalam wawancara dengan BBC.

“Saya rasa saya berteriak. Saya berteriak hingga rahang saya terkilir. Seorang tetangga membawa saya pulang untuk memperbaiki rahang saya,”

2.

Para tahanan yang terlupakan

Perang Korea | www.nationalgeographic.com

Adapun Ayah Lee adalah satu dari sekitar 50 ribu mantan tahanan perang yang ditahan di Korea Utara di akhir Perang Korea. Para mantan tahanan tersebut dipaksa untuk masuk unit-unit tentara Korea Utara dan bekerja pada proyek rekonstruksi atau penambangan.

Gencatan senjata pun dilakukan pada 27 Juli 1953. Tentara Korea Selatan mengira akan ada pertukaran tahanan dan mereka pun akan dipulangkan. Sayanya, Korea Utara hanya memulangkan sebagian kecil dari mereka.

Tak lama, Korea Selatan pun melupakan para tahanan yang belum kembali. Bertahun-tahun sejak itu, tiga Presiden Korea Selatan telah bertemu dengan pemimpin Korea Utara namun pemulangan para mantan tahanan tidak pernah ada dalam agenda mereka.

3.

Perjuangan mendapatkan keadilan

Perang Korea | www.nytimes.com

Para tentara Korea Selatan tetap ditahan di Korea Utara. Hidup mereka menderita. Mereka dianggap musuh negara, orang-orang yang berperang sebagai “tentara boneka”, dan digolongkan dalam kasta terendah Korea Utara, “Songbun”. Status ini terus diwariskan ke keturunan mereka sehingga anak-anak para tentara itu pun tidak diperbolehkan mendapat pendidikan tinggi dan tidak bebas memilih pekerjaan.

Selain Lee, Son pun masih menyimpan ingatan Perang Korea puluhan tahun lalu. Ayah Son adalah tentara Korea Selatan yang dipaksa bekerja di tambang batu bara dan pabrik kayu. Sebelum meninggal dunia, Ayah Son memint agar tulang-tulangnya dikubur di tempatnya dilahirkan.

Son akhirnya bisa membelot ke Korea Selatan di tahun 2005 namun butuh waktu 8 tahun setelahnya untuk membawa pulang tulang-belulang sang ayah. Son pun melakukan demonstrasi selama lebih dari satu tahun untuk memperjuangkan status ayahnya sebagai tentara yang tidak pernah dipulangkan. Saat ini Son memimpin Asosiasi Keluarga Tahanan Perang Korea, yakni sebuah kelompok yang memperjuangankan keadilan bagi sekitar 110 keluarga tentara Korea Selatan yang tidak pernah dipulangkan.

Artikel Lainnya

“Kami sangat sedih dilahirkan sebagai anak-anak tahanan dan bahkan lebih menyakitkan bahwa kami diabaikan bahkan setelah datang ke Korea Selatan. Jika kami tidak bisa mendapatkan kembali kehormatan ayah kami, kehidupan para tawanan perang yang mengerikan dan anak-anak mereka akan terlupakan,” ujar Son.

*Beberapa nama diubah untuk melindungi keselamatan.

Tags :