Ekonomi Jokowi Mandek di 5%, Kok Bisa Indonesia Jadi Negara Maju?

Ekonomi Jokowi Mandek di 5%, Kok Bisa Indonesia Jadi Negara Maju?
Kondisi ibukota DKI Jakarta. | kumparan.com

Kini, Indonesia sudah tidak lagi ‘negara berflower’. Seneng apa sedih enaknya ya?

Keputusan Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau USTR memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara maju memicu sejumlah perdebatan panas dan kontroversi.

Hal ini tidak lepas dari kondisi Indonesia yang pada tahun 2019 lalu hanya mampu melakukan pertumbuhan ekonomi maksimal di 5 persen saja. Angka tersebut tergolong cukup lambat di mana pemerintah awalnya menargetkan untuk mencapai 6 persen.

Lalu, kok bisa Indonesia sekarang dicap sebagai negara maju oleh Amerika Serikat ya?

1.

Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang

Ekonomi Jokowi Mandek di 5%, Kok Bisa Indonesia Jadi Negara Maju?
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bersama dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di KTT G20 Jerman. | www.merdeka.com

Berdasarkan rilis resmi USTR, Sabtu (22/2/2020), Indonesia disebut keluar dari kategori negara berkembang meski tak memenuhi sejumlah aturan yang dicanangkan oleh pemerintah Amerika Serikat sendiri.

Aturan tersebut yakni, pertama, pendapatan nasional per kapita di atas USD 12 ribu. Kedua, share ke perdagangan dunia lebih dari 0,5 persen. Ketiga, pertimbangan keanggotaan di organisasi ekonomi internasional.

Jika dilihat secara pendapatan per kapita, Indonesia masih berada jauh dari aturan yang ditetapkan oleh Amerika. Hal ini karena Indonesia masih memiliki pendapatan per kapita sebesar USD 3.027 sejak 2018.

Baca Juga: Jakarta Banjir Terus, Anies Tetap Jadi Kandidat Capres 2024 Paling Potensial. Kok Bisa?

Namun, saat melihat dua aturan lainnya, yakni aturan kedua dan ketiga, maka Indonesia bisa dikategorikan sebagai negara maju.

Seperti yang disampaikan The Global Economy, share ekspor Indonesia memiliki angka yang cukup besar yakni 0,91 persen per 2017. Belum lagi Indonesia saat ini adalah salah satu anggota G20.

“Keanggotaan G20 mengindikasikan bahwa sebuah negara itu maju,” jelas USTR dalam laman resminya seperti dikutip dari Liputan6.com, Sabtu (22/2).

Keputusan ini membuat Indonesia akhirnya harus menerima tidak lagi mendapatkan keistimewaan lagi dalam urusan ekonomi global yang berkaitan dengan Amerika Serikat.

Indonesia tidak sendiri, ada tiga negara di Asia yang juga turut dikeluarkan Amerika Serikat dari daftar negara berkembang yaitu, Malaysia, Thailand, India, dan Vietnam.

Baca Juga: Massa Aksi Demo Orasi dan Teriakan 'Jatuhkan Jokowi', PA 212: Hanya Pendapat Pribadi

2.

Reaksi Menkeu Sri Mulyani

Ekonomi Jokowi Mandek di 5%, Kok Bisa Indonesia Jadi Negara Maju?
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. | www.merdeka.com

Menteri Keuangan Sri Mulyani turut memberikan reaksi terkait isu dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara maju menurut Amerika Serikat.

Dia mengatakan bila keputusan USTR tidak akan berdampak banyak pada Indonesia karena hanya akan mempengaruhi transaksi yang berkaitan dengan bea masuk anti subsidi atau Countervailing Duties (CVD).

“Kalau dilihat dari pengumuman itu, lebih ke CVD. Saya rasa dan harap hanya spesifik mengenai CVD saja,”

Baca Juga: Gara-Gara Jokowi? Indonesia Kini Masuk Daftar Negara Maju!

Sri Mulyani juga menilai jika Indonesia masih berpeluang mendapatkan fasilitas Generalize System of Preferences (GSP) yang tetap menguntungkan ekonomi dalam negeri.

“Selama ini di Indonesia hanya lima komoditas yang menikmati, jadi enggak terlalu besar pengaruhnya ke perdagangan kita. CVD berbeda dengan GSP, jadi enggak ada hubungannya dengan berbagai hal lain,” jelas Sri Mulyani.

Belum lagi keputusan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang juga bukan keputusan Bank Dunia, yang memiliki kuasa lebih terkait perdagangan global.

Artikel Lainnya

Kabar dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang milik Amerika Serikat memang cukup menjadi perbincangan hangat.

Banyak yang beranggapan bila Indonesia masih belum layak menjadi negara maju. Hal ini tidak lepas dari tingkat pertumbungan ekonomi yang masih bertahan di 5 persen saja.

Motif dikeluarkannya Indonesia dan beberapa negara lain juga karena adanya keluhan dari Presiden Donald Trump yang kesal terkait banyaknya negara yang mengaku berkembang demi mendapatkan keuntungan dari Amerika Serikat.

Tags :